Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni,
Dirahasiakannya rintik rindunya kepada tempo-tempo lagu
dan denyut imajinasi-imajinasi yang kencang yang jangan sampai diejek makhluk itu.
Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni,
Dihapusnya jejak-jejak nakal diksi-diksi yang semerawut-semerawut tapi menawan.
Dentuman-dentuman di kepala yang malah menyenangkan-menyenangkan
Sampai burung merpati menyerahkan keputusannya pada alam
Tentang sebuah kalimat sederhana tentang cinta yang memang tak perlu dihias-hias tentang ungkapan yang apa adanya tentang pengetahuan menerima dan diterima
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni,
Dibiarkannya tak terucap, diserap
elektromagnetik-elektromagnetik semesta yang siapa tahu terbaca olehnya. Tak terbaca pun, tak apa.
Kepada Sapardi
Hujanku masih basah
Dan Tak terkenal
Mengapa selalu Juni, Sapardi?
Juli memang datang terlalu cepat
Bersama kerlap-kerlip lampu di kota yang berpura-pura meriah
Tik-tik-tik
Rintik hujan ada lagi
Semalam. Malam. malam. malam lagi.
Kubuka jendela yang penuh embun
Kuraihnya, dan menggulumnya
dan jadilah aku pagi
Meski semalam titik titik hujan datang beruntun menjadi banjir
Juni memang tak bisa kugenggam
Dan kau tahu itu, Sapardi
Bertahun-tahun selalu di Juni
Pengulangan-pengulangan yang tak bisa kubenahi
Selesai, Sapardi!
10 Juni sepuluh tahun lalu
kau perlihatkan "hujan bulan juni" milikmu
dan aku tak tertarik dan kau tangkas,"kau pasti tertarik!"
Hah, kau memang keparat, Sapardi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar