Jumat, 08 Juli 2016

Kepada Sapardi dan Hujan Bulan Juni



Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni,
Dirahasiakannya rintik rindunya kepada tempo-tempo lagu dan denyut imajinasi-imajinasi yang kencang yang jangan sampai diejek makhluk itu.



Tak ada yang lebih bijak dari hujan  bulan Juni,
 Dihapusnya jejak-jejak nakal diksi-diksi yang semerawut-semerawut tapi menawan. 
Dentuman-dentuman di kepala yang malah menyenangkan-menyenangkan 
Sampai burung merpati menyerahkan keputusannya pada alam
Tentang sebuah kalimat sederhana tentang cinta yang memang tak perlu dihias-hias tentang ungkapan yang apa adanya tentang pengetahuan menerima dan diterima

Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni,
Dibiarkannya tak terucap, diserap elektromagnetik-elektromagnetik semesta yang siapa tahu terbaca olehnya. Tak terbaca pun, tak apa. 

Kepada Sapardi

Hujanku masih basah
Dan Tak terkenal

Mengapa selalu Juni, Sapardi?

Juli memang datang terlalu cepat
Bersama  kerlap-kerlip lampu di kota yang berpura-pura  meriah

Tik-tik-tik
Rintik hujan ada lagi
Semalam. Malam. malam. malam lagi.

Kubuka jendela yang penuh embun
Kuraihnya, dan  menggulumnya
dan jadilah aku pagi
Meski semalam titik titik  hujan datang beruntun menjadi banjir 

Juni memang tak bisa kugenggam
Dan kau tahu itu, Sapardi
Bertahun-tahun selalu di Juni
Pengulangan-pengulangan yang tak bisa kubenahi
Selesai, Sapardi!


 10 Juni sepuluh tahun lalu 
 kau perlihatkan "hujan bulan juni" milikmu
dan aku tak tertarik dan kau tangkas,"kau pasti tertarik!"
Hah, kau memang keparat, Sapardi! 











Tidak ada komentar:

Posting Komentar